Kamis, 25 Januari 2018

Manusia

Aku nemu puisi ini di line akun Fanatixxx, btw akun Fanatixxx itu akun sesat yang hobinya hina-hina semua agama, rasis, dan sering ngepost dark jokes dan meme politik, pokoknya segala hal satir yang berkaitan dengan keadaan di masyarakat saat ini di post di situ. Untuk beberapa hal, aku setuju dengan post di akun itu, tapi untuk beberapa hal lain, gak cocok dengan selera humor dan berkebalikan dengan paham yang aku anut. Salah satu yang menurutku bagus, adalah puisi ini...

= Manusia =

Manusia itu
Cuma sampah matahari
Sekedar sisa-sisa materi

Manusia itu
Susunan neuron
Dibalut quark dan elektron

Manusia itu
Baru sekejap
Di semesta yang sudah tua
Dan masih milyaran tahun lagi adanya

Manusia itu
Makhluk yang tidak tahu bahwa semesta itu cuma bercanda
Dan manusia terlalu serius menganggapnya

Manusia itu
Menciptakan tuhan-tuhan
Untuk disembah sendiri
Dikencingi sendiri
Lalu dilupakan sendiri

Manusia itu
Aktor komedi
Di hamparan trilyunan matahari
Aktor yang tak penting sama sekali

Manusia itu
Seumur jagung
Yang merasa agung
Tak punya waktu merenung

Manusia
Mungkin tak akan pernah menembus rahasia
Walau sudah berusaha segenap asa
Mungkin pula menyingkapnya
Jika nyawa bisa dihidupkan selamanya

Manusia
Kini dan selamanya
Debu yang mencoba bermakna
Namun semesta membatasinya


- M. Amin

Rabu, 24 Januari 2018

Pembuktian yang Sia-Sia

Apa sih yang mau dibuktikan? Dua, tiga tahun kemudian tak ada lagi orang yang peduli. Teman-teman dan orang yang kamu kenal hari ini, yang ingin kamu buat terkesan, bisa jadi beberapa tahun ke depan jadi orang yang enggan kamu sapa via pesan singkat, mereka jadi stranger. Kamu dengan urusanmu sendiri, mereka dengan urusannya sendiri.

Sadar gak sih kalau kamu cuma jadi bahan olokan? Gak capek apa bertingkah seperti itu?


Asal kamu tahu...
Kamu bukan pusat alam semesta.

Minggu, 21 Januari 2018

Why Can't I Relax?


Bab III
Hayley Kiyoko - Feelings
Home alone
Nasi goreng, terang bulan
Hujan
Cacing

You deny that feeling.
But,
There is a grace in denial. It is nature's way of letting in only as much as we can handle.

Jumat, 12 Januari 2018

Konsistensi

Akhir-akhir ini aku kehilangan minat untuk menulis blog. Kalau pun posting, cuma shitposting yang isinya hanya beberapa kalimat dan gambar gak jelas seperti postingan status random di Facebook/Instagram. Apa mungkin aku terlalu asik dengan Facebook/Instagram sehingga ketika ada sesuatu kejadian yang tidak beres, aku tidak menyimpan dan memproses ide-ide itu dulu di otakku dulu, tapi malah langsung membual dalam bentuk status? 

Belum lagi aku melanggar aturan yang sudah kubuat bertahun-tahun untuk tidak punya akun Facebook dan Instagram karena aku punya ketakutan tersendiri dengan masalah privasi. Setelah kutengok ke belakang, aku melanggar aturan ini sejak 2 tahun lalu untuk Facebook dan setahun yang lalu untuk Instagram. Tak seperti tahun-tahun yang dulu ketika gak ada FB dan IG, dulu aku justru lebih banyak bikin postingan di blog dan lebih banyak introspeksi diri sendiri. Aku mau bisa berhenti main Facebook dan Instagram, cuma media sosial dengan kecepatan informasi yang super cepat (apalagi Instagram, sumber informasi kehidupan orang lain dari instastory-nya tak bisa terelakkan) dan hal-hal lucu di dalamnya (seperti video-video kucing dan anjing yang lucu, serius, aku gak bisa berhenti nontonin video makhluk-makhluk itu walaupun mereka cuma guling-guling gak jelas) menjadi magnet yang cukup susah untuk dihempaskan. 

Harusnya sih, harusnya... apa yang sedang terjadi belakangan ini lebih baik kalau aku jadikan suatu refleksi diri, memikirkannya secara masak, dan menuangkan dalam tulisan di blog. Aku udah berulang kali non-aktifkan Facebook dan Instagram, cuma apa daya, kepo di dada ini terlalu menggelitik dan mengganggu. Semacam gatel, tapi belum ketemu obat gatelnya.

Aku gak mau dong terus-terusanan kayak gini. Jujur, apa yang aku lakuin dengan medsos itu dilihat dari sudut pandang warasku terlalu banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. So, aku cari semacam aplikasi media sosial pengganti yang lebih bermanfaat dan mungkin saja bisa menjadi obat gatal akibat medsos. Pencarianku berujung pada aplikasi android yang bernama Wakie. Bisa dibilang aplikasi ini keren, kamu bisa buat topik diskusi apapun di beranda, dan jutaan orang di seluruh dunia bisa merespon, selain itu kamu juga bisa voice call dengan strangers dari belahan dunia manapun. Kabar baiknya, it's all in English. Bagus banget buatku karena salah satu goals-ku adalah improve bahasa Inggris. Jadi, apakah aplikasi ini berhasil bekerja dengan baik untukku?

Belum.

Sudah hampir 2 minggu aplikasi ini nangkring di smartphone, tapi aku masih saja buka-tutup akun Facebook dan Instagram. Aku gak bilang kalau aku kecanduan media sosial internet, cuma, waktu yang aku habiskan buat nontonin status dan Instasory orang itu lebih layak untuk dialokasikan ke hal yang lebih bermanfaat. Paling enggak nulis di blog kek, kalaupun lagi sumpek banget sama skripsi.

Gak semuanya yang di Facebook dan Instagram itu jelek, banyak hal bagus dari itu, tapi untuk sekarang kayaknya aku ingin skip main medsos-medsos. Pelan-pelan dulu kali ya, nanti juga udah muak sendiri.

Surf!