Rabu, 20 Mei 2020

Karantina

God has blessed us with a measure of grace that words can't quite define and we’ve learned to prepare our hearts for the hard things with a joy I'll always cherish.
-- Kim Sorgius --
Awal Maret adalah pertama kali diumumkan terdapat 2 orang positif terinfeksi COVID-19 di Indonesia. Sejak saat itu pula berangsur-angsur jumlah orang yang terinfeksi bertambah hingga sekarang mencapai 19 ribu kasus. Hampir semua kegiatan masyarakat  dihimbau untuk menerapkan social distancing, begitu pula dengan kegiatan kampusku. Perkuliahan online sudah dimulai sejak pertengahan Maret dan sudah tidak diperbolehkan kegiatan tatap muka secara langsung.

Sampai sekarang, puasa minggu ketiga, aku masih terjebak di Bogor. Murni kesalahanku juga sih, karena tidak balik kampung ketika temen-temen yang lain balik sebelum diterapkankannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sebenarnya aku sengaja. Hal ini disebabkan beberapa hal. Selain faktor adikku yang gak balik kampung juga, aku merasa dengan berada di Bogor akan membuatku lebih produktif dan merasa terpacu dibandingkan kalau di rumah. Aku sudah bisa membayangkan kalau aku stay di kampung justru motivasiku untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliah dan proposal malah makin kendor.

Selama masa karantina ini sudah banyak hal yang terjadi. Salah satunya adalah aku gagal berangkat ke Jepang karena kegiatan Summer Course Hokkaido 2020 dibatalkan. Kecewa, jelas aku sangat kecewa tapi kurasa itu yang terbaik. Mengingat cerita kak Inov yang bilang kalau jumlah orang yang terinfeksi COVID-19 di Jepang paling banyak ada di Hokkaido.

Selain itu, bulan ini bisa dibilang chaos karena aku harus menyelesaikan proposal pendanaan hibah penelitianku selama 3 tahun untuk program PMDSU (Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul) dalam kondisi sulit berkomunikasi dengan promotorku. Aku benar-benar tertekan dan stres karena harus membuat proposal riset untuk 3 tahun sedangkan selama ini diskusiku dengan promotor hanya membicarakan rencana riset untuk satu tahun ke depan. Kaget gak sih tiba-tiba dari Ristekdikti minta proposal untuk 3 tahun beserta rencana anggaran biayanya? Belum lagi beberapa masalah lain yang ikut menggangu pikiranku seperti permintaan menyelesaikan pekerjaan dari beberapa orang, juga mantan-mantan yang tiba-tiba saja mengusik ketenangan hidupku. Aku sampai gak tahu lagi harus cerita ke siapa dan berujung menghubungi psikolog untuk konsultasi singkat karena percuma saja cerita ke teman-temanku, mereka gak akan memahamiku dan selalu saja memberikan solusi 'kamu harusnya bersyukur'. Iyaaa, I know, I know... mungkin mereka gak tahu harus berkomentar dan memberi solusi seperti apa.

Puji Tuhan, promotorku adalah seorang yang sangat baik dan bijaksana. Saat promotor lain meminta tolong mahasiswanya untuk mengurus semua berkas upload, promotorku hanya memintaku untuk membuat proposal saja. Ketika aku menawarkan bantuan untuk upload kelengkapan berkas, beliau mengatakan tidak perlu. Aku sampai merasa kalau aku ini mahasiswa yang durhaka pada pembimbingnya :')

Source

Di sisi lain, aku sudah bisa menerima dan legowo dengan berakhirnya romantic relationship-ku yang terakhir. Well, mungkin bisa dibilang terlalu cepat untuk memulai hubungan baru... tapi memang seperti itu kenyataanya. Ada seseorang baru yang hadir di hidupku di mana kehadirannya tidak pernah aku duga sebelumnya. Seseorang ini memberikanku semua yang aku butuhkan di saat-saat pandemi ini, afeksi, perhatian, perasaan diprioritaskan. Semua hal itu tidak pernah kudapatkan dari hubungan-hubungan yang pernah kujalin sebelumnya. Banyak hal yang belum pernah kulakukan, aku melakukannya pertama kali dengan orang ini.

Untuk pertama kalinya aku mendapat pelukan yang membuatku merasa diinginkan...
Untuk pertama kalinya aku memeluk seorang lelaki ketika berboncengan di motor...
Untuk pertama kalinya ada seorang lelaki yang memasak untukku...
dan banyak hal lain yang baru pertama kali kulakukan, aku melakukannya dengan orang ini dan di situ aku merasa, "Ini beneran gak sih? Jangan-jangan ini cuma mimpi"

Kemudian aku merasa takut.

Merasa takut karena semua tampak indah di awal. Terlalu mudah, terlalu manis. Aku tahu bahwa perasaan takut terhadap hal tidak pasti di masa depan itu gak bagus and that's why I always prepare my heart for the hard things that may come.